Minggu, 07 Juni 2009

Faedah Al Fatihah (2)

Faedah Keenam: Kewajiban untuk meminta petunjuk kepada-Nya

Hal ini terkandung dalam ayat ‘Ihdinas shirathal mustaqim’. Hidayah merupakan anugerah dari Allah ta’ala kepada hamba yang dipilih-Nya. Sedangkan hidayah itu terdiri dari dua macam; hidayah ilmu dan hidayah amal. Dan hidayah semacam itu dibutuhkan oleh manusia di setiap saat dalam perjalanan hidupnya. Setiap hamba senantiasa membutuhkan hidayah tersebut selama dia masih hidup di alam dunia ini. Oleh karena besarnya kebutuhan setiap hamba untuk memohon hidayah maka Allah pun mewajibkan mereka memintanya dalam sehari dan semalam minimal tujuh belas kali di dalam sholat.

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “…Seandainya bukan karena besarnya kebutuhan dirinya untuk mendapatkan hidayah di waktu malam maupun siang niscaya Allah ta’ala tidak akan membimbingnya untuk melakukan hal itu -meminta hidayah setiap kali sholat-. Sebab seorang hamba itu sesungguhnya di setiap saat dan keadaan senantiasa memerlukan pertolongan dari Allah untuk bisa tegar mengikuti hidayah dan berpijak dengan kokoh padanya, agar terus mendapatkan pencerahan, peningkatan ilmu, dan bisa terus menerus berada di atasnya. Karena setiap hamba tidaklah menguasai kemanfaatan maupun kemudharatan bagi dirinya sendiri kecuali sebatas yang Allah kehendaki. Oleh sebab itulah maka Allah ta’ala membimbingnya untuk senantiasa meminta hidayah itu di setiap saat agar Allah mencurahkan kepadanya pertolongan, keteguhan dan tafik dari-Nya.” (Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [1/39])

Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad mengatakan, “Doa ini mengandung seagung-agung tuntutan seorang hamba yaitu mendapatkan petunjuk menuju jalan yang lurus. Dengan meniti jalan itulah seseorang akan keluar dari berbagai kegelapan menuju cahaya serta akan menuai keberhasilan dunia dan akhirat. Kebutuhan hamba terhadap petunjuk ini jauh lebih besar daripada kebutuhan dirinya terhadap makanan dan minuman. Karena makanan dan minuman hanyalah bekal untuk menjalani kehidupannya yang fana. Sedangkan petunjuk menuju jalan yang lurus merupakan bekal kehidupannya yang kekal dan abadi. Doa ini juga mengandung permintaan untuk diberikan keteguhan di atas petunjuk yang telah diraih dan juga mengandung permintaan untuk mendapatkan tambahan petunjuk.” (Min Kunuz al-Qur’an)

Segala puji hanya bagi Allah yang telah menunjukkan kita ke jalan Islam. Sebab dengan Islam inilah seorang hamba akan bisa masuk ke dalam surga. Allah ta’ala berfirman mengenai kegembiraan penduduk surga,

وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ

“Mereka mengatakan; ‘Segala puji hanya bagi Allah yang telah menunjukkan kepada kami ke surga ini. Kami tidak akan mendapat petunjuk sekiranya Allah tidak memberikan petunjuk kepada kami. Sesungguhnya rasul-rasul Rabb kami telah datang dengan membawa kebenaran.’.” (QS. al-A’raaf: 43)

Allah ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ مِلْءُ الْأَرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ افْتَدَى بِهِ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati dalam keadaan kafir maka tidak akan pernah diterima dari mereka emas sepenuh bumi walaupun hal itu mereka gunakan untuk menebus siksa, mereka itu memang layak untuk menerima siksa yang sangat menyakitkan dan tidak ada bagi mereka seorang penolongpun.” (QS. Ali Imran: 91)

Allah juga berfirman,

إِنَّهُ ُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

“Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh Allah haramkan surga baginya dan tempat kembalinya adalah neraka, dan bagi orang-orang zalim itu tidak ada seorang penolong.” (QS. al-Maa’idah: 72)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلَّا نَفْسٌ مُسْلِمَةٌ

“Tidak akan masuk ke dalam surga melainkan jiwa yang muslim.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

Dalam riwayat lainnya, beliau bersabda,

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلَّا الْمُؤْمِنُونَ

“Tidak akan masuk surga selain orang-orang yang beriman.” (HR. Muslim dari Umar bin Khatthab radhiyallahu’anhu)

Hidayah juga bukan yang perkara sepele, namun dia adalah anugerah Allah kepada hamba pilihan-Nya. Allah ta’ala berfirman,

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Sesungguhnya engkau tidak akan bisa memberikan hidayah (taufik) kepada orang yang kamu cintai, akan tetapi Allah lah yang memberikan petunjuk kepada siapa saja yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui siapakah orang yang ditakdirkan mendapatkan hidayah.” (QS. al-Qashash: 56)

al-Musayyab radhiyallahu’anhu menuturkan,

لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الْوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلٍ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَمِّ قُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ كَلِمَةً أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ يَا أَبَا طَالِبٍ أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ وَيُعِيدُ لَهُ تِلْكَ الْمَقَالَةَ حَتَّى قَالَ أَبُو طَالِبٍ آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ هُوَ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ وَأَبَى أَنْ يَقُولَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

“Di saat kematian akan menghampiri Abu Thalib maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun datang untuk menemuinya dan ternyata di sisinya telah ada Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah bin al-Mughirah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata; ‘Wahai pamanku, ucapkanlah la ilaha illallah, sebuah kalimat yang akan aku gunakan untuk bersaksi untukmu di sisi Allah’. Maka Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah mengatakan; ‘Wahai Abu Thalib, apakah kamu benci kepada agama Abdul Muthallib -bapakmu-?’. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terus menawarkan dan mengulangi ajakannya itu, sampai akhirnya Abu Thalib mengucapkan perkataan terakhirnya kepada mereka bahwa dia tetap berada di atas agama Abdul Muthallib. Dia enggan untuk mengucapkan la ilaha illallah…” (HR. Muslim)

Faedah Ketujuh: Kewajiban untuk mengikuti Rasul dan para sahabatnya

Hal itu terkandung dalam ayat ‘Shirathalladzina an’amta ‘alaihim’. Jalan orang-orang yang mendapatkan kenikmatan dari Allah, yaitu jalan para nabi, orang-orang shiddiq, syuhada’ dan orang-orang salih. Allah ta’ala berfirman,

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا

“Barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul, maka mereka itulah orang-orang yang akan bersama dengan orang-orang yang diberi kenikmatan oleh Allah yaitu para nabi, orang-orang shiddiq, syuhada’, dan orang-orang salih. Dan mereka itulah sebaik-baik teman.” (QS. an-Nisaa’: 69)

Allah ta’ala juga berfirman,

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

“Barangsiapa yang menentang Rasul setelah jelas baginya petunjuk dan dia juga mengikuti selain jalan orang-orang beriman maka Kami akan membiarkan dia terlantar di atas kesesatan yang dipilihnya dan Kami pun akan memasukkannya ke dalam Jahannam, dan sesungguhnya Jahannam itu adalah sejelek-jelek tempat kembali.” (QS. an-Nisaa’: 115)

Allah ta’ala berfirman,

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

“Tidaklah pantas bagi seorang mukmin lelaki maupun perempuan apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara kemudian masih ada bagi mereka pilihan yang lainnya dalam menghadapi masalah mereka. Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah tersesat dengan kesesatan yang amat nyata.” (QS. al-Ahzab: 36)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى

“Semua umatku akan masuk surga kecuali yang enggan.” Maka para sahabat bertanya, ‘Siapakah orang yang enggan itu wahai Rasulullah?’. beliau menjawab, “Barangsiapa yang menaatiku akan masuk surga dan barangsiapa yang durhaka kepadaku dialah yang enggan.” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berpesan,

فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

“Sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang masih hidup sesudahku maka dia pasti akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk tetap mengikuti Sunnah/ajaranku dan Sunnah para khalifah yang berada di atas petunjuk dan terbimbing. Berpegang teguhlah dengannya, dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Jauhilah perkara-perkara yang diada-adakan -di dalam agama-, karena sesungguhnya setiap yang diada-adakan -dalam agama- itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah pasti sesat.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dari Irbadh bin Sariyah radhiyallahu’anhu, disahihkan al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib [37])

Inilah jalan lurus itu, yaitu mengikuti pemahaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal ilmu maupun amalan. Allah ta’ala berfirman,

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu dan pertama-tama -membela Islam- dari kalangan Muhajirin dan Anshar dan juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, maka Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Allah sediakan untuk mereka surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, itulah keberuntungan yang sangat besar.” (QS. at-Taubah: 100)

Faedah Kedelapan: Kewajiban untuk mengamalkan ilmu

Hal ini terkandung dalam potongan ayat ‘Ghairil maghdhubi ‘alaihim’. Orang yang dimurkai itu adalah orang yang mengetahui kebenaran tapi justru tidak mau mengamalkannya. Sebagaimana orang-orang Yahudi dan yang mengikuti mereka. Syaikh Abdurrahman bin Naashir as-Sa’di rahimahullah berkata, “(Shirathal Mustaqim) adalah jalan terang yang akan mengantarkan hamba menuju Allah dan masuk ke dalam Surga-Nya. Hakikat jalan itu adalah mengetahui kebenaran dan mengamalkannya…” (Taisir Karimir Rahman, hal. 39). Sehingga jalan yang lurus itu menuntut seorang muslim untuk mengamalkan ilmunya.

Syaikh Abdul Muhsin mengatakan, “Petunjuk menuju jalan yang lurus itu akan menuntun kepada jalan orang-orang yang diberikan kenikmatan yaitu para nabi, orang-orang shiddiq, para syuhada’, dan orang-orang salih. Mereka itu adalah orang-orang yang memadukan ilmu dengan amal. Maka seorang hamba memohon kepada Rabbnya untuk melimpahkan hidayah menuju jalan lurus ini yang merupakan sebuah pemuliaan dari Allah kepada para rasul-Nya dan wali-wali-Nya. Dia memohon agar Allah menjauhkan dirinya dari jalan musuh-musuh-Nya yaitu orang-orang yang memiliki ilmu akan tetapi tidak mengamalkannya. Mereka itulah golongan Yahudi yang dimurkai.” (Min Kunuz al-Qur’an)

Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan hafizhahullah berkata,
“Hendaknya diingat bahwa seseorang yang tidak beramal dengan ilmunya maka ilmunya itu kelak akan menjadi bukti yang menjatuhkannya. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadits Abu Barzah radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai dia akan ditanya tentang empat perkara, diantaranya adalah tentang ilmunya, apa yang sudah diamalkannya.” (HR. Tirmidzi 2341)

Hal ini bukan berlaku bagi para ulama saja, sebagaimana anggapan sebagian orang. Akan tetapi semua orang yang mengetahui suatu perkara agama maka itu berarti telah tegak padanya hujjah. Apabila seseorang memperoleh suatu pelajaran dari sebuah pengajian atau khutbah Jum’at yang di dalamnya dia mendapatkan peringatan dari suatu kemaksiatan yang dikerjakannya sehingga dia pun mengetahui bahwa kemaksiatan yang dilakukannya itu adalah haram maka ini juga ilmu. Sehingga hujjah juga sudah tegak dengan apa yang didengarnya tersebut. Dan terdapat hadits yang sah dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ

“al-Qur’an itu adalah hujjah bagimu atau hujjah untuk menjatuhkan dirimu” (HR. Muslim)” (Hushulul Ma’mul, hal. 18)

Syaikh Abdurrahman bin Qasim rahimahullah mengatakan, “Amal adalah buah dari ilmu. Ilmu itu ada dalam rangka mencapai sesuatu yang lainnya. Ilmu diibaratkan seperti sebuah pohon, sedangkan amalan adalah seperti buahnya. Maka setelah mengetahui ajaran agama Islam seseorang harus menyertainya dengan amalan. Sebab orang yang berilmu akan tetapi tidak beramal dengannya lebih jelek keadaannya daripada orang bodoh. Di dalam hadits disebutkan, “Orang yang paling keras siksanya adalah seorang berilmu dan tidak diberi manfaat oleh Allah dengan sebab ilmunya.” Orang semacam inilah yang termasuk satu di antara tiga orang yang dijadikan sebagai bahan bakar pertama-tama nyala api neraka. Di dalam sebuah sya’ir dikatakan,

Orang alim yang tidak mau
Mengamalkan ilmunya
Mereka akan disiksa sebelum
Disiksanya para penyembah berhala

(Hasyiyah Tsalatsatul Ushul, hal. 12)

Ibnu Katsir rahimahullah di dalam kitab tafsirnya ketika membahas firman Allah ta’ala (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya kebanyakan pendeta dan rahib-rahib benar-benar memakan harta manusia dengan cara yang batil dan memalingkan manusia dari jalan Allah.” (QS. at-Taubah: 34) menukilkan ucapan Sufyan bin Uyainah yang mengatakan, “Orang-orang yang rusak di antara orang berilmu di kalangan kita, padanya terdapat keserupaan dengan Yahudi. Dan orang-orang yang rusak di antara para ahli ibadah di kalangan kita, padanya terdapat keserupaan dengan Nasrani.” (Min Kunuz al-Qur’an)

Faedah Kesembilan: Kewajiban untuk beribadah di atas ilmu

Hal ini terkandung dalam potongan ayat ‘wa lad dhaallin’. Orang-orang yang sesat itu adalah orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah namun dengan cara yang tidak benar, sebagaimana kaum Nasrani. Allah ta’ala berfirman,

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ

“Ketahuilah bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah, dan minta ampunlah bagi dosa-dosamu.” (QS. Muhammad: 19)

Ilmu merupakan landasan ucapan dan perbuatan. Oleh sebab itu Imam Bukhari rahimahullah membuat sebuah bab di dalam Kitab Shahihnya dengan judul al-’Ilmu qablal qaul wal ‘amal (Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan). Allah ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

“Janganlah kamu mengikuti apa-apa yang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, itu semua pasti akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. al-Israa’: 36)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

“Barangisapa ang dikehendaki baik oleh Allah maka akan dipahamkan dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Mu’awiyah radhiyallahu’anhu)

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya seluruh sifat yang menyebabkan hamba dipuji oleh Allah di dalam al-Qur’an maka itu semua merupakan buah dan hasil dari ilmu. Dan seluruh celaan yang disebutkan oleh-Nya maka itu semua bersumber dari kebodohan dan akibat darinya…” (al-’Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 128). Beliau juga menegaskan, “Tidaklah diragukan bahwa sesungguhnya kebodohan adalah pokok seluruh kerusakan. Semua bahaya yang menimpa manusia di dunia dan di akhirat maka itu adalah akibat dari kebodohan…” (al-’Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 101)

Syaikh Muhammad al-Amin as-Syinqithi mengatakan di dalam kitabnya Adhwa’ul Bayan (1/53), “Orang-orang Yahudi dan Nasrani -meskipun sebenarnya mereka sama-sama sesat dan sama-sama dimurkai- hanya saja kemurkaan itu lebih dikhususkan kepada Yahudi -meskipun orang Nasrani juga termasuk di dalamnya- dikarenakan mereka telah mengenal kebenaran namun justru mengingkarinya, dan secara sengaja melakukan kebatilan. Karena itulah kemurkaan lebih condong dilekatkan kepada mereka. Adapun orang-orang Nasrani adalah orang yang bodoh dan tidak mengetahui kebenaran, sehingga kesesatan merupakan ciri mereka yang lebih menonjol. Meskipun begitu Allah menyatakan bahwa ‘al magdhubi ‘alaihim’ adalah kaum Yahudi melalui firman-Nya ta’ala tentang mereka (yang artinya), “Maka mereka pun kembali dengan menuai kemurkaan di atas kemurkaan.” (QS. al-Baqarah: 90). Demikian pula Allah berfirman mengenai mereka (yang artinya), “Katakanlah; maukah aku kabarkan kepada kalian tentang golongan orang yang balasannya lebih jelek di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dilaknati Allah dan dimurkai oleh-Nya.” (QS. al-Ma’idah: 60). Begitu pula firman-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan patung sapi itu sebagai sesembahan niscaya akan mendapatkan kemurkaan.” (QS. al-A’raaf: 152). Sedangkan golongan ‘adh dhaalliin’ telah Allah jelaskan bahwa mereka itu adalah kaum Nasrani melalui firman-Nya ta’ala (yang artinya), “Dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu suatu kaum yang telah tersesat, dan mereka pun menyesatkan banyak orang, sungguh mereka telah tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. al-Ma’idah: 77)”

Semoga tulisan yang ringkas ini bermanfaat. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Yogyakarta, Senin 9 Jumadil Ula 1430 H

Hamba yang fakir kepada Rabbnya
Semoga Allah mengampuninya, kedua orang tuanya
dan segenap kaum muslimin

***

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id

Faedah Al Fatihah (1)

Surat al-Fatihah menyimpan banyak pelajaran berharga. Surat yang hanya terdiri dari tujuh ayat ini telah merangkum berbagai prinsip dan pedoman dalam ajaran Islam. Sebuah surat yang harus dibaca setiap kali mengerjakan sholat. Di dalam surat ini, Allah ta’ala memperkenalkan diri-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Di dalamnya, Allah mengajarkan kepada mereka tugas hidup mereka di dunia. Di dalamnya, Allah mengajarkan kepada mereka untuk bergantung dan berharap kepada-Nya, cinta dan takut kepada-Nya. Di dalamnya, Allah menunjukkan kepada mereka jalan yang akan mengantarkan mereka menuju kebahagiaan. Berikut ini kami akan menyajikan petikan faedah dari surat ini dengan merujuk kepada al-Qur’an, as-Sunnah, serta keterangan para ulama salaf. Semoga tulisan yang ringkas ini bermanfaat untuk yang menyusun maupun yang membacanya.


Faedah Pertama: Kewajiban untuk mencintai Allah

Di dalam ayat ‘Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin’ terkandung al-Mahabbah/kecintaan. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menjelaskan, “Di dalam ayat tersebut terkandung kecintaan, sebab Allah adalah Yang memberikan nikmat. Sedangkan Dzat yang memberikan nikmat itu dicintai sesuai dengan kadar nikmat yang diberikan olehnya.” (Syarh Ba’dhu Fawa’id Surah al-Fatihah, hal. 12)

Sebagaimana kita ketahui bahwa kecintaan merupakan penggerak utama ibadah kepada Allah ta’ala. Karena cintalah seorang hamba mau menundukkan diri dan menaati perintah dan larangan Allah ta’ala. Sebaliknya, karena sedikit dan lemahnya kecintaan maka ketundukan dan ketaatan seorang hamba kepada Rabbnya pun akan semakin menipis. Syaikh Shalih al-Fauzan mengatakan, “Setiap pemberi kenikmatan maka dia berhak dipuji sesuai dengan kadar kenikmatan yang dia berikan. Dan hal ini melahirkan konsekuensi keharusan untuk mencintainya. Sebab jiwa-jiwa manusia tercipta dalam keadaan mencintai sosok yang berbuat baik kepadanya. Sementara Allah jalla wa ‘ala adalah Sang pemberi kebaikan, Sang pemberi kenikmatan dan pemberi keutamaan kepada hamba-hamba-Nya. Oleh sebab itu hati akan mencintai-Nya karena keutamaan dan kebaikan-Nya, sebuah kecintaan yang tak tertandingi dengan kecintaan mana pun. Oleh karena itu, kecintaan merupakan jenis ibadah yang paling agung. Maka alhamdulillahi Rabbil ‘alamin mengandung -ajaran- kecintaan.” (Syarh Ba’dhu Fawa’id Surah al-Fatihah, hal. 12)

Allah ta’ala berfirman,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ

“Di antara manusia, ada orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai sesembahan tandingan. Mereka mencintainya sebagaimana kecintaan mereka kepada Allah. Sedangkan orang-orang yang beriman lebih dalam kecintaannya kepada Allah.” (QS. al-Baqarah: 165)

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Allah memberitakan bahwa barangsiapa yang mencintai selain Allah sebagaimana kecintaannya kepada Allah ta’ala maka dia tergolong orang yang menjadikan selain Allah sebagai sekutu. Ini merupakan persekutuan dalam hal kecintaan, bukan dalam hal penciptaan maupun rububiyah, sebab tidak ada seorang pun di antara penduduk dunia ini yang menetapkan sekutu dalam hal rububiyah ini, berbeda dengan sekutu dalam hal kecintaan, maka sebenarnya mayoritas penduduk dunia ini telah menjadikan selain Allah sebagai sekutu dalam hal cinta dan pengagungan.” (Ighatsat al-Lahfan, hal. 20)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

“Ada tiga perkara, barangsiapa yang memilikinya maka dia akan mendapatkan manisnya iman. Yaitu apabila Allah dan rasul-Nya lebih dicintainya daripa selain keduanya. Apabila dia mencintai orang tidak lain karena kecintaannya kepada Allah. Dan dia membenci kembali ke dalam kekafiran sebagaimana orang yang tidak senang untuk dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu)

Oleh sebab itu jalinan kecintaan karena selain Allah akan musnah, sedangkan kecintaan yang dibangun di atas ketaatan dan kecintaan kepada-Nya akan tetap kekal hingga hari kemudian. Allah ta’ala berfirman,

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

“Pada hari itu orang-orang yang saling berkasih sayang akan saling memusuhi satu dengan yang lainnya, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. az-Zukhruf: 67)

Syaikh Shalih al-Fauzan mengatakan, “Tidak tersisa selain kecintaan sesama orang-orang yang bertakwa, karena ia dibangun di atas landasan yang benar, ia akan tetap kekal di dunia dan di akhirat. Adapun kecintaan antara orang-orang kafir dan musyrik, maka ia akan terputus dan berubah menjadi permusuhan.” (Syarh Ba’dhu Fawa’id Surah al-Fatihah, hal. 15)

Allah ta’ala berfirman,

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا يَا وَيْلَتَا لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا

“Dan ingatlah pada hari kiamat itu nanti orang yang gemar melakukan kezaliman akan menggigit kedua tangannya dan mengatakan, ‘Aduhai alangkah baik seandainya dahulu aku mengambil jalan mengikuti rasul itu. Aduhai sungguh celaka diriku, andai saja dulu aku tidak menjadikan si fulan itu sebagai teman dekatku. Sungguh dia telah menyesatkanku dari peringatan itu (al-Qur’an) setelah peringatan itu datang kepadaku.’ Dan memang syaitan itu tidak mau memberikan pertolongan kepada manusia.” (QS. al-Furqan: 27-29)

Faedah Kedua: Kewajiban untuk berharap kepada Allah

Di dalam ayat ‘ar-Rahman ar-Rahim’ terkandung roja’/harapan. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan, “Di dalam ayat tersebut terkandung roja’.” (Syarh Ba’dhu Fawa’id Surah al-Fatihah, hal. 18). Harapan merupakan energi yang akan memacu seorang insan. Dengan masih adanya harapan di dalam dirinya, maka ia akan bergerak dan melangkah, berjuang dan berkorban. Dia akan berdoa dan terus berdoa kepada Rabbnya. Demikianlah karakter hamba-hamba pilihan. Allah ta’ala berfirman,

أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا

“Mereka itu -sosok orang salih yang disembah oleh orang musyrik- justru mencari jalan untuk bisa mendekatkan diri kepada Allah; siapakah di antara mereka yang lebih dekat dengan-Nya, mereka mengharapkan rahmat-Nya dan merasa takut dari siksa-Nya. Sesungguhnya siksa Rabbmu harus senantiasa ditakuti.” (QS. al-Israa’: 57)

Allah ta’ala berfirman,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

“Rabb kalian berfirman; Berdoalah kalian kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan permintaan kalian. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku maka mereka akan masuk ke dalam Neraka dalam keadaan hina dina.” (QS. Ghafir: 60)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ فَلَا يَقُلْ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي إِنْ شِئْتَ وَلَكِنْ لِيَعْزِمْ الْمَسْأَلَةَ وَلْيُعَظِّمْ الرَّغْبَةَ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَتَعَاظَمُهُ شَيْءٌ أَعْطَاهُ

“Apabila salah seorang di antara kalian berdoa maka janganlah dia mengatakan, ‘Ya Allah, ampunilah aku jika Kamu mau’ tetapi hendaknya dia bersungguh-sungguh dalam memintanya dan memperbesar harapan, sebab Allah tidak merasa berat terhadap apa pun yang akan diberikan oleh-Nya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَمْ يَسْأَلْ اللَّهَ يَغْضَبْ عَلَيْه

“Barangsiapa yang tidak meminta kepada Allah, maka Allah akan murka kepadanya.” (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, dihasankan al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Tirmidzi [3373])

Harapan bukanlah angan-angan kosong, namun ia merupakan perbuatan hati yang mendorong pemiliknya untuk berusaha dan bersungguh-sungguh dalam mencapai keinginannya. Karena harapan itulah maka dia tetap tegar di atas keimanan, rela untuk meninggalkan apa yang disukainya demi mendapatkan keridhaan Allah, dan dia akan rela mengerahkan segala daya dan kekuatannya di jalan Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَةَ اللَّهِ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Baqarah: 218)

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Ketahuilah, sesungguhnya harapan yang terpuji tidaklah ada kecuali bagi orang yang beramal dengan ketaatan kepada Allah dan mengharapkan pahala atasnya, atau orang yang bertaubat dari kemaksiatannya dan mengharapkan taubatnya diterima. Adapun harapan semata yang tidak diiringi dengan amalan, maka itu adalah ghurur/ketertipuan dan angan-angan yang tercela.” (Syarh Tsalatsat Ushul, hal. 58)

Faedah Ketiga: Kewajiban untuk takut kepada Allah

Di dalam ayat ‘Maaliki yaumid diin’ terkandung ajaran untuk merasa takut kepada hukuman Allah. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, “Di dalamnya terkandung khauf/rasa takut.” (Syarh Ba’dhu Fawa’id Surah al-Fatihah, hal. 18). Dengan adanya rasa takut inilah, seorang hamba akan menahan diri dari melanggar aturan-aturan Allah ta’ala. Dengan adanya rasa takut inilah, seorang hamba akan rela meninggalkan sesuatu yang disukainya karena takut terjerumus dalam larangan dan kemurkaan-Nya. Sebab pada hari kiamat nanti manusia akan mendapatkan balasan atas amal-amalnya di dunia. Barangsiapa yang amalnya baik, maka baik pula balasannya Dan barangsiapa yang amalnya buruk, maka buruk pula balasannya.

Allah ta’ala berfirman,

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى

“Adapun orang yang merasa takut kepada kedudukan Rabbnya dan menahan diri dari memperturutkan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surga itulah tempat tinggalnya.” (QS. an-Nazi’at: 40-41)

Di hari kiamat nanti, semua orang akan tunduk di bawah kekuasaan-Nya. Tidak ada seorang pun yang berani dan mampu untuk menentang titah-Nya. Ketika itu langit dan bumi akan dilipat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَطْوِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ السَّمَاوَاتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ يَأْخُذُهُنَّ بِيَدِهِ الْيُمْنَى ثُمَّ يَقُولُ أَنَا الْمَلِكُ أَيْنَ الْجَبَّارُونَ أَيْنَ الْمُتَكَبِّرُونَ ثُمَّ يَطْوِي الْأَرَضِينَ بِشِمَالِهِ ثُمَّ يَقُولُ أَنَا الْمَلِكُ أَيْنَ الْجَبَّارُونَ أَيْنَ الْمُتَكَبِّرُونَ

“Allah ‘azza wa jalla akan melipat langit pada hari kiamat nanti kemudian Allah akan mengambilnya dengan tangan kanan-Nya, lalu Allah berfirman; ‘Akulah Sang raja, di manakah orang-orang yang bengis, di manakah orang-orang yang suka menyombongkan dirinya.’ Kemudian Allah melipat bumi dengan tangan kirinya, kemudian Allah berfirman; ‘Aku lah Sang Raja, di manakah orang-orang yang bengis, di manakah orang-orang yang suka menyombongkan diri.’.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma).

Di hari kiamat nanti, harta dan keturunan tidak ada gunanya, kecuali bagi orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. Allah ta’ala berfirman,

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ وَبُرِّزَتِ الْجَحِيمُ لِلْغَاوِينَ

“Pada hari itu tidak berguna harta dan keturunan kecuali bagi orang yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih, dan surga itu akan didekatkan kepada orang-orang yang bertakwa, dan akan ditampakkanlah dengan jelas neraka itu kepada orang-orang yang sesat.” (QS. as-Syu’ara’: 88-91)

Suatu hari ketika kegoncangan di hari itu sangatlah dahsyat, sampai-sampai seorang ibu melalaikan bayi yang disusuinya dan setiap janin akan gugur dari kandungan ibunya. Allah ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ

“Hai umat manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian, sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah kejadian yang sangat besar. Ingatlah, pada hari itu ketika kamu melihatnya, setiap ibu yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anak yang disusuinya, dan setiap perempuan yang hamil akan mengalami keguguran kandungannya, dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sesuangguhnya mereka tidak sedang mabuk, namun ketika itu adzab Allah sangatlah keras.” (QS. al-Hajj: 1-2)

Khauf kepada Allah semata merupakan bukti jujurnya keimanan seorang hamba. Allah ta’ala berfirman,

إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Sesungguhnya itu hanyalah syaitan yang menakut-nakuti para walinya, maka janganlah kalian takut kepada mereka, akan tetapi takutlah kepada-Ku, jika kalin benar-benar beriman.” (QS. Ali Imran: 175)

Syaikh Shalih al-Fauzan mengatakan, “Apabila ketiga perkara ini terkumpul: cinta, harap, dan takut, maka itulah asas tegaknya aqidah.” (Syarh Ba’dhu Fawa’id Surah al-Fatihah, hal. 18).

Ketiga hal di atas -mahabbah, raja’ dan khauf- merupakan pondasi aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Oleh karena itu para ulama kita mengatakan, “Barangsiapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa cinta saja maka dia adalah seorang Zindiq. Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan rasa takut semata, maka dia adalah seorang Haruri/penganut aliran Khawarij. Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan rasa harap semata, maka dia adalah seorang Murji’ah. Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan cinta, takut, dan harap maka dia adalah seorang mukmin muwahhid.” (Syarh Aqidah at-Thahawiyah tahqiq Ahmad Syakir [2/275] as-Syamilah).

Faedah Keempat: Kewajiban untuk mentauhidkan Allah

Di dalam ayat ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’ terkandung ajaran untuk mentauhidkan Allah ta’ala. Syaikh as-Sa’di rahimahullah menjelaskan kandungan ayat ini, “Maknanya adalah: Kami mengkhususkan ibadah dan isti’anah hanya untuk-Mu…” (Taisir al-Karim ar-Rahman [1/28]). Inilah hakikat ajaran Islam yaitu mempersembahkan segala bentuk ibadah kepada Allah semata. Karena tujuan itulah Allah menciptakan jin dan manusia. Untuk mendakwahkan itulah Allah mengutus para nabi dan rasul kepada umat manusia. Dengan ibadah yang ikhlas itulah seorang hamba akan bisa menjadi sosok yang bertakwa dan mulia di sisi-Nya. Allah ta’ala berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56)

Allah ta’ala berfirman,

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

“Tidaklah Kami mengutus sebelum seorang rasul pun melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Aku, maka sembahlah Aku saja.” (QS. al-Anbiya’: 25)

Allah ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai umat manusia, sembahlah Rabb kalian, yaitu yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian menjadi bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 21)

Allah ta’ala berfirman,

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertakwa.” (QS. al-Hujurat: 13)

Maka barangsiapa yang menujukan salah satu bentuk ibadah kepada selain Allah sungguh dia telah terjerumus dalam kemusyrikan. Sebagaimana kita meyakini bahwa Allah satu-satunya yang menciptakan alam semesta ini, yang menghidupkan dan mematikan, yang menguasai dan mengatur alam ini, maka sudah seharusnya kita pun menujukan segala bentuk ibadah kita yang dibangun di atas rasa cinta, harap, dan takut itu hanya kepada Allah semata.

Faedah Kelima: Kewajiban untuk bertawakal kepada-Nya

Hal ini terkandung di dalam potongan ayat ‘wa iyyaka nasta’in’. Karena kita meyakini bahwa tidak ada yang menguasai kemanfaatan dan kemadharatan kecuali Allah, tidak ada yang mengatur segala sesuatu kecuali Dia, maka semestinya kita pun bergantung dan berharap hanya kepada-Nya. Kita tidak boleh meminta pertolongan dalam perkara-perkara yang hanya dikuasai oleh Allah kepada selain-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepada Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma,

يَا غُلَامُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ احْفَظْ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظْ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلْ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ وَلَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ رُفِعَتْ الْأَقْلَامُ وَجَفَّتْ الصُّحُفُ

“Hai anak muda, aku akan mengajarkan beberapa kalimat kepadamu. Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kamu akan menemukan-Nya di hadapanmu. Apabila kamu meminta maka mintalah kepada Allah. Apabila kamu meminta pertolongan maka mintalah pertolongan kepada Allah. Ketauhilah, seandainya seluruh manusia bersatu padu untuk memberikan suatu manfaat kepadamu maka mereka tidak akan memberikan manfaat itu kepadamu kecuali sebatas apa yang Allah tetapkan untukmu. Dan seandainya mereka bersatu padu untuk memudharatkan dirimu dengan sesuatu maka mereka tidak akan bisa menimpakan mudharat itu kecuali sebatas apa yang Allah tetapkan menimpamu. Pena telah diangkat dan lembaran takdir telah mengering.” (HR. Tirmidzi, dia berkata; hasan sahih, disahihkan oleh al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan at-Tirmidzi [2516])

Allah ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah maka Allah akan berikan baginya jalan keluar dan akan memberikan rezeki kepadanya dari jalan yang tidak disangka-sangka. Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah maka Allah pasti mencukupinya.” (QS. at-Thalaq: 2-3)

Orang-orang yang beriman adalah orang yang bertawakal kepada Allah semata. Allah ta’ala berfirman,

وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Hanya kepada Allah sajalah hendaknya kalian bertawakal, jika kalian benar-benar orang yang beriman.” (QS. al-Maa’idah: 23)

Apabila disebutkan nama Allah maka bergetarlah hati mereka. Allah ta’ala juga berfirman,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah maka hati mereka menjadi takut/bergetar, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanan mereka. Dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka. Orang-orang yang mendirikan sholat dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Mereka itulah orang-orang mukmin yang sejati, mereka akan mendapatkan derajat yang berlainan di sisi Rabb mereka dan ampunan serta rezeki yang mulia.” (QS. al-Anfal: 2-4)

Dengan mengingat Allah maka hati mereka menjadi tenang. Allah ta’ala berfirman,

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ingatlah, dengan mengingat Allah maka hati akan menjadi tenang.” (QS. ar-Ra’d: 28)

Berbeda halnya dengan orang yang bergantung dan berharap kepada selain Allah. Hati mereka tenang dan gembira ketika mengingat sesembahan dan pujaan selain Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman,

وَإِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَحْدَهُ اشْمَأَزَّتْ قُلُوبُ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآَخِرَةِ وَإِذَا ذُكِرَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ

“Apabila disebut nama Allah saja maka akan menjadi kesal hati orang-orang yang tidak beriman dengan hari akhirat itu, sedangkan apabila disebut selain-Nya maka mereka pun tiba-tiba merasa bergembira.” (QS. az-Zumar: 45)

Karena tawakal pula seorang hamba akan bisa masuk ke dalam surga tanpa hisab dan tanpa siksa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي سَبْعُونَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ هُمْ الَّذِينَ لَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَتَطَيَّرُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

“Akan masuk surga tujuh puluh ribu orang di antara umatku tanpa hisab, mereka itu adalah orang-orang yang tidak meminta diruqyah, tidak mempunyai anggapan sial/tathayyur, dan hanya bertawakal kepada Rabb mereka.” (HR. Bukhari dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma).

-bersambung insya Allah-

***

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id

ikhlas

Seorang ulama yang bernama Sufyan Ats Tsauri pernah berkata, “Sesuatu yang paling sulit bagiku untuk aku luruskan adalah niatku, karena begitu seringnya ia berubah-ubah.” Niat yang baik atau keikhlasan merupakan sebuah perkara yang sulit untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan sering berbolak-baliknya hati kita. Terkadang ia ikhlas, di lain waktu tidak. Padahal, sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, ikhlas merupakan suatu hal yang harus ada dalam setiap amal kebaikan kita. Amal kebaikan yang tidak terdapat keikhlasan di dalamnya hanya akan menghasilkan kesia-siaan belaka. Bahkan bukan hanya itu, ingatkah kita akan sebuah hadits Rasulullah yang menyatakan bahwa tiga orang yang akan masuk neraka terlebih dahulu adalah orang-orang yang beramal kebaikan namun bukan karena Allah?. Ya, sebuah amal yang tidak dilakukan ikhlas karena Allah bukan hanya tidak dibalas apa-apa, bahkan Allah akan mengazab orang tersebut, karena sesungguhnya amalan yang dilakukan bukan karena Allah termasuk perbuatan kesyirikan yang tak terampuni dosanya kecuali jika ia bertaubat darinya, Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa : 48)

Ibnu Rajab dalam kitabnya Jami’ul Ulum Wal Hikam menyatakan, “Amalan riya yang murni jarang timbul pada amal-amal wajib seorang mukmin seperti shalat dan puasa, namun terkadang riya muncul pada zakat, haji dan amal-amal lainnya yang tampak di mata manusia atau pada amalan yang memberikan manfaat bagi orang lain (semisal berdakwah, membantu orang lain dan lain sebagainya). Keikhlasan dalam amalan-amalan semacam ini sangatlah berat, amal yang tidak ikhlas akan sia-sia, dan pelakunya berhak untuk mendapatkan kemurkaan dan hukuman dari Allah.”

Bagaimana Agar Aku Ikhlas ?

Setan akan senantiasa menggoda dan merusak amal-amal kebaikan yang dilakukan oleh seorang hamba. Seorang hamba akan terus berusaha untuk melawan iblis dan bala tentaranya hingga ia bertemu dengan Tuhannya kelak dalam keadaan iman dan mengikhlaskan seluruh amal perbuatannya. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui hal-hal apa sajakah yang dapat membantu kita agar dapat mengikhlaskan seluruh amal perbuatan kita kepada Allah semata, dan di antara hal-hal tersebut adalah

Banyak Berdoa

Di antara yang dapat menolong seorang hamba untuk ikhlas adalah dengan banyak berdoa kepada Allah. Lihatlah Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, di antara doa yang sering beliau panjatkan adalah doa:

« اَللّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ أَعْلَمُ »

“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan-Mu sementara aku mengetahuinya, dan akupun memohon ampun terhadap perbuatan syirik yang tidak aku ketahui.” (Hadits Shahih riwayat Ahmad)

Nabi kita sering memanjatkan doa agar terhindar dari kesyirikan padahal beliau adalah orang yang paling jauh dari kesyirikan. Inilah dia, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat besar dan utama, sahabat terbaik setelah Abu Bakar, di antara doa yang sering beliau panjatkan adalah, “Ya Allah, jadikanlah seluruh amalanku amal yang saleh, jadikanlah seluruh amalanku hanya karena ikhlas mengharap wajahmu, dan jangan jadikan sedikitpun dari amalanku tersebut karena orang lain.”

Menyembunyikan Amal Kebaikan

Hal lain yang dapat mendorong seseorang agar lebih ikhlas adalah dengan menyembunyikan amal kebaikannya. Yakni dia menyembunyikan amal-amal kebaikan yang disyariatkan dan lebih utama untuk disembunyikan (seperti shalat sunnah, puasa sunnah, dan lain-lain). Amal kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui orang lain lebih diharapkan amal tersebut ikhlas, karena tidak ada yang mendorongnya untuk melakukan hal tersebut kecuali hanya karena Allah semata. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits, “Tujuh golongan yang akan Allah naungi pada hari di mana tidak ada naungan selain dari naungan-Nya yaitu pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh di atas ketaatan kepada Allah, laki-laki yang hatinya senantiasa terikat dengan mesjid, dua orang yang mencintai karena Allah, bertemu dan berpisah karena-Nya, seorang lelaki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang cantik dan memiliki kedudukan, namun ia berkata: sesungguhnya aku takut kepada Allah, seseorang yang bersedekah dan menyembunyikan sedekahnya tersebut hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya dan seseorang yang mengingat Allah di waktu sendiri hingga meneteslah air matanya.” (HR Bukhari Muslim).

Apabila kita perhatikan hadits tersebut, kita dapatkan bahwa di antara sifat orang-orang yang akan Allah naungi kelak di hari kiamat adalah orang-orang yang melakukan kebaikan tanpa diketahui oleh orang lain. Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda “Sesungguhnya sebaik-baik shalat yang dilakukan oleh seseorang adalah shalat yang dilakukan di rumahnya kecuali shalat wajib.” (HR. Bukhari Muslim)

Rasulullah menyatakan bahwa sebaik-baik shalat adalah shalat yang dilakukan di rumah kecuali shalat wajib, karena hal ini lebih melatih dan mendorong seseorang untuk ikhlas. Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah dalam Syarah Riyadush Sholihin menyatakan, “di antara sebabnya adalah karena shalat (sunnah) yang dilakukan di rumah lebih jauh dari riya, karena sesungguhnya seseorang yang shalat (sunnah) di mesjid dilihat oleh manusia, dan terkadang di hatinya pun timbul riya, sedangkan orang yang shalat (sunnah) di rumahnya maka hal ini lebih dekat dengan keikhlasan.” Basyr bin Al Harits berkata, “Janganlah engkau beramal agar engkau disebut-sebut, sembunyikanlah kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan keburukanmu.”

Seseorang yang dia betul-betul jujur dalam keikhlasannya, ia mencintai untuk menyembunyikan kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan kejelekannya. Maka dari itu wahai saudaraku, marilah kita berusaha untuk membiasakan diri menyembunyikan kebaikan-kebaikan kita, karena ketahuilah, hal tersebut lebih dekat dengan keikhlasan.

Memandang Rendah Amal Kebaikan

Memandang rendah amal kebaikan yang kita lakukan dapat mendorong kita agar amal perbuatan kita tersebut lebih ikhlas. Di antara bencana yang dialami seorang hamba adalah ketika ia merasa ridha dengan amal kebaikan yang dilakukan, di mana hal ini dapat menyeretnya ke dalam perbuatan ujub (berbangga diri) yang menyebabkan rusaknya keikhlasan. Semakin ujub seseorang terhadap amal kebaikan yang ia lakukan, maka akan semakin kecil dan rusak keikhlasan dari amal tersebut, bahkan pahala amal kebaikan tersebut dapat hilang sia-sia. Sa’id bin Jubair berkata, “Ada orang yang masuk surga karena perbuatan maksiat dan ada orang yang masuk neraka karena amal kebaikannya”. Ditanyakan kepadanya “Bagaimana hal itu bisa terjadi?”. Beliau menjawab, “seseorang melakukan perbuatan maksiat, ia pun senantiasa takut terhadap adzab Allah akibat perbuatan maksiat tersebut, maka ia pun bertemu Allah dan Allah pun mengampuni dosanya karena rasa takutnya itu, sedangkan ada seseorang yang dia beramal kebaikan, ia pun senantiasa bangga terhadap amalnya tersebut, maka ia pun bertemu Allah dalam keadaan demikian, maka Allah pun memasukkannya ke dalam neraka.”

Takut Akan Tidak Diterimanya Amal

Allah berfirman:

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” (QS. Al Mu’minun: 60)

Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa di antara sifat-sifat orang mukmin adalah mereka yang memberikan suatu pemberian, namun mereka takut akan tidak diterimanya amal perbuatan mereka tersebut ( Tafsir Ibnu Katsir ).

Hal semakna juga telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Aisyah ketika beliau bertanya kepada Rasulullah tentang makna ayat di atas. Ummul Mukminin Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah apakah yang dimaksud dengan ayat, “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka” adalah orang yang mencuri, berzina dan meminum khamr kemudian ia takut terhadap Allah?. Maka Rasulullah pun menjawab: Tidak wahai putri Abu Bakar Ash Shiddiq, yang dimaksud dengan ayat itu adalah mereka yang shalat, puasa, bersedekah namun mereka takut tidak diterima oleh Allah.” (HR. Tirmidzi dengan sanad shahih )

Ya saudaraku, di antara hal yang dapat membantu kita untuk ikhlas adalah ketika kita takut akan tidak diterimanya amal kebaikan kita oleh Allah. Karena sesungguhnya keikhlasan itu tidak hanya ada ketika kita sedang mengerjakan amal kebaikan, namun keikhlasan harus ada baik sebelum maupun sesudah kita melakukan amal kebaikan. Apalah artinya apabila kita ikhlas ketika beramal, namun setelah itu kita merasa hebat dan bangga karena kita telah melakukan amal tersebut. Bukankah pahala dari amal kebaikan kita tersebut akan hilang dan sia-sia? Bukankah dengan demikian amal kebaikan kita malah tidak akan diterima oleh Allah? Tidakkah kita takut akan munculnya perasaan bangga setelah kita beramal sholeh yang menyebabkan tidak diterimanya amal kita tersebut? Dan pada kenyataannya hal ini sering terjadi dalam diri kita. Sungguh amat sangat merugikan hal yang demikian itu.

Tidak Terpengaruh Oleh Perkataan Manusia

Pujian dan perkataan orang lain terhadap seseorang merupakan suatu hal yang pada umumnya disenangi oleh manusia. Bahkan Rasulullah pernah menyatakan ketika ditanya tentang seseorang yang beramal kebaikan kemudian ia dipuji oleh manusia karenanya, beliau menjawab, “Itu adalah kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin.” (HR. Muslim)

Begitu pula sebaliknya, celaan dari orang lain merupakan suatu hal yang pada umumnya tidak disukai manusia. Namun saudaraku, janganlah engkau jadikan pujian atau celaan orang lain sebagai sebab engkau beramal saleh, karena hal tersebut bukanlah termasuk perbuatan ikhlas. Seorang mukmin yang ikhlas adalah seorang yang tidak terpengaruh oleh pujian maupun celaan manusia ketika ia beramal saleh. Ketika ia mengetahui bahwa dirinya dipuji karena beramal sholeh, maka tidaklah pujian tersebut kecuali hanya akan membuat ia semakin tawadhu (rendah diri) kepada Allah. Ia pun menyadari bahwa pujian tersebut merupakan fitnah (ujian) baginya, sehingga ia pun berdoa kepada Allah untuk menyelamatkannya dari fitnah tersebut. Ketahuilah wahai saudaraku, tidak ada pujian yang dapat bermanfaat bagimu maupun celaan yang dapat membahayakanmu kecuali apabila kesemuanya itu berasal dari Allah. Manakah yang akan kita pilih wahai saudaraku, dipuji manusia namun Allah mencela kita ataukah dicela manusia namun Allah memuji kita ?

Menyadari Bahwa Manusia Bukanlah Pemilik Surga dan Neraka

Sesungguhnya apabila seorang hamba menyadari bahwa orang-orang yang dia jadikan sebagai tujuan amalnya itu (baik karena ingin pujian maupun kedudukan yang tinggi di antara mereka), akan sama-sama dihisab oleh Allah, sama-sama akan berdiri di padang mahsyar dalam keadaan takut dan telanjang, sama-sama akan menunggu keputusan untuk dimasukkan ke dalam surga atau neraka, maka ia pasti tidak akan meniatkan amal perbuatan itu untuk mereka. Karena tidak satu pun dari mereka yang dapat menolong dia untuk masuk surga ataupun menyelamatkan dia dari neraka. Bahkan saudaraku, seandainya seluruh manusia mulai dari Nabi Adam sampai manusia terakhir berdiri di belakangmu, maka mereka tidak akan mampu untuk mendorongmu masuk ke dalam surga meskipun hanya satu langkah. Maka saudaraku, mengapa kita bersusah-payah dan bercapek-capek melakukan amalan hanya untuk mereka?

Ibnu Rajab dalam kitabnya Jamiul Ulum wal Hikam berkata: “Barang siapa yang berpuasa, shalat, berzikir kepada Allah, dan dia maksudkan dengan amalan-amalan tersebut untuk mendapatkan dunia, maka tidak ada kebaikan dalam amalan-amalan tersebut sama sekali, amalan-amalan tersebut tidak bermanfaat baginya, bahkan hanya akan menyebabkan ia berdosa”. Yaitu amalan-amalannya tersebut tidak bermanfaat baginya, lebih-lebih bagi orang lain.

Ingin Dicintai, Namun Dibenci

Saudaraku, sesungguhnya seseorang yang melakukan amalan karena ingin dipuji oleh manusia tidak akan mendapatkan pujian tersebut dari mereka. Bahkan sebaliknya, manusia akan mencelanya, mereka akan membencinya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang memperlihat-lihatkan amalannya maka Allah akan menampakkan amalan-amalannya “ (HR. Muslim)

Akan tetapi, apabila seseorang melakukan amalan ikhlas karena Allah, maka Allah dan para makhluk-Nya akan mencintainya sebagaimana firman Allah ta’ala:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (QS. Maryam: 96)

Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia akan menanamkan dalam hati-hati hamba-hamba-Nya yang saleh kecintaan terhadap orang-orang yang melakukan amal-amal saleh (yaitu amalan-amalan yang dilakukan ikhlas karena Allah dan sesuai dengan tuntunan Nabi-Nya ). (Tafsir Ibnu Katsir).

Dalam sebuah hadits dinyatakan “Sesungguhnya apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia menyeru Jibril dan berkata: wahai Jibril, sesungguhnya Aku mencintai fulan, maka cintailah ia. Maka Jibril pun mencintainya. Kemudian Jibril menyeru kepada penduduk langit: sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah ia. Maka penduduk langit pun mencintainya. Kemudian ditanamkanlah kecintaan padanya di bumi. Dan sesungguhnya apabila Allah membenci seorang hamba, maka Dia menyeru Jibril dan berkata : wahai Jibril, sesungguhnya Aku membenci fulan, maka bencilah ia. Maka Jibril pun membencinya. Kemudian Jibril menyeru kepada penduduk langit: sesungguhnya Allah membenci fulan, maka benciilah ia. Maka penduduk langit pun membencnya. Kemudian ditanamkanlah kebencian padanya di bumi.” (HR. Bukhari Muslim)

Hasan Al Bashri berkata: “Ada seorang laki-laki yang berkata : ‘Demi Allah aku akan beribadah agar aku disebut-sebut karenanya’. Maka tidaklah ia dilihat kecuali ia sedang shalat, dia adalah orang yang paling pertama masuk mesjid dan yang paling terakhir keluar darinya. Ia pun melakukan hal tersebut sampai tujuh bulan lamanya. Namun, tidaklah ia melewati sekelompok orang kecuali mereka berkata: ‘lihatlah orang yang riya ini’. Dia pun menyadari hal ini dan berkata: tidaklah aku disebut-sebut kecuali hanya dengan kejelekan, ’sungguh aku akan melakukan amalan hanya karena Allah’. Dia pun tidak menambah amalan kecuali amalan yang dulu ia kerjakan. Setelah itu, apabila ia melewati sekelompok orang mereka berkata: ’semoga Allah merahmatinya sekarang’. Kemudian Hasan al bashri pun membaca ayat: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Demikianlah pembahasan kali ini, semoga bermanfaat bagi diri penulis dan kaum muslimin pada umumnya. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang ikhlas.

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ

(Segala puji bagi Allah yang dengan nikmatnya sehingga sempurnalah segala amal kebaikan)

***

Disusun oleh: Abu ‘Uzair Boris Tanesia
Muroja’ah: Ustadz Ahmad Daniel Lc.
Artikel www.muslim.or.id

tips kecantikan

Untuk dapat mengatasi masalah bibir kering dan pecah-pecah, kita perlu mengetahui apa saja penyebab bibir kering dan pecah-pecah. Penyebabnya antara lain sebagai berikut:
  • Polusi udara dan debu
  • Perubahan suhu yang dapat membuat bibir Anda tidak dapat beradaptasi sehingga menyebabkan bibir pecah
  • Makanan yang terlalu asam atau asin
  • Merokok, kebiasaan minum kopi atau minuman alkohol
  • Kurangnya konsumsi buah atau sayuran
  • Kurang minum air putih
  • Menggunakan kosmetik yang bahan kimianya terlalu keras atau karena alergi terhadap kosmetik tertentu
  • Pasta gigi yang mengandung banyak detergen
  • Kebiasaan menjilat bibir dengan air liur

Setelah mengetahui penyebab bibir kering dan pecah, kita hendaknya melakukan pencegahan agar kita tidak merasakan bibir pecah yang dapat membuat kita kurang percaya diri. Beberapa cara untuk mencegah bibir kering dan pecah antara lain sebagai berikut:

  • Gunakan lipbalm yang mengandung tabir surya dan pelembab

    Sinar matahari merupakan salah satu faktor penyebab keringnya bibir sehingga penggunaan tabir surya pada bibir menjadi penting. Begitu juga dengan pelembab yang diperlukan agar kelembapan bibir tetap terjaga saat melakukan aktivitas seharian.
  • Pilih lipstik yang sesuai dan mengandung pelembab

    Saat membeli kosmetik, perhatikan kandungannya. Pilih kosmetik atau lipstik yang mengandung emollient dan berbahan alami serta mengandung pelembab.
  • Basahi bibir saat merasa kering dengan air putih

    Membasahi bibir jangan dengan menjilati bibir, karena dalam air liur terdapat kelenjar dan enzim yang dapat membuat iritasi pada bibir sehingga bibir akan semakin kering. Cukup gunakan air putih atau minum segelas air putih untuk membasahi bibir.
  • Minum 8 gelas air putih setiap hari

    Hal ini dapat mencegah terjadinya dehidrasi yang dapat membuat bibir menjadi kering.
  • Segera bersihkan sisa lipstik sebelum tidur

    Sisa lipstik dapat dibersihkan menggunakan sikat gigi yang lembut dan scrub bibir untuk menyikat bibir dengan gerakan memutar selama beberapa menit. Dapat pula menggunakan handuk lembut yang dicelupkan ke dalam air hangat untuk membersihkan bibir.
  • Konsumsi sayur dan buah

    Pilih sayur dan buah yang mengandung vitamin C, B, E dan mineral. Kadar air yang terdapat pada bibir juga membantu tubuh terhindar dari dehidrasi. Mengenai mengapa buah bermanfaat dan kandungan apa saja di dalam buah, dapat Anda baca di artikel: Konsumsi Buah untuk Kesehatan
  • Jauhi gaya hidup merokok atau minum alkohol

    Bahan kimia yang terdapat pada rokok dapat menyebabkan warna hitam pada bibir. Sedangkan alkohol dapat membuat dehidrasi yang berakibat bibir menjadi kering.
  • Oleskan pelembab bibir pada malam hari sebelum tidur

    Selain menggunakan pelembab bibir yang dijual, Anda dapat menggunakan madu sebagai pelembab alami yang dapat memberikan nutrisi pada bibir.
  • Melakukan pemijatan bibir dengan menggunakan minyak zaitun

    Pemijatan akan membantu peredaran darah pada bibir menjadi lancar sehingga bibir tetap sehat. Anda juga dapat menggunakan minyak zaitun untuk melakukan pengolesan pada bibir pada saat memijat bibir Anda.

tips kecantikan

Anda dapat menggunakan bahan-bahan alami berikut untuk membuat diri Anda bertambah cantik secara alami dan tentunya awet muda dengan cara yang mudah dan alami:

  • Madu

    Khasiat madu untuk kecantikan sudah dikenal sejak lama. Madu bermanfaat untuk melembabkan kulit dan mengurangi kulit yang terkena iritasi. Mengoleskan madu pada bibir juga akan melembapkan bibir Anda sehingga terhindar dari bibir pecah-pecah.
  • Lidah buaya

    Banyak orang menggunakan lidah buaya untuk memperoleh rambut yang subur dan hitam. Lendir pada lidah buaya dapat mencegah cairan cepat keluar dari kulit sehingga kelembapan kulit dapat terjaga. Rasa sejuk yang dihasilkan lidah buaya juga bermanfaat untuk mengobati luka bakar.
  • Teh Hijau

    Polusi merupakan salah satu penyebab kerusakkan kulit. Untuk mencegahnya, Anda dapat mengkonsumsi 6 gelas teh hijau sehari. Teh hijau mengandung banyak zat antioksidan. Menggunakan teh hijau dipercaya dapat melindungi kulit dari radikal bebas yang berasal dari makanan atau polusi sehingga dapat mencegah keriput pada kulit.
  • Alpukat

    Buah alpukat memang buah yang kaya manfaat. Kandungan vitamin E yang terdapat dalam buah ini dimanfaatkan untuk pelembut dan pelembab alami untuk wajah. Anda juga dapat memanfaatkan alpukat untuk melembabkan rambut yang kering.
  • Jahe

    Jahe memiliki banyak kegunaan dalam bidang kesehatan. Tetapi, ternyata jahe juga bermanfaat untuk kecantikan. Rasa hangat yang didapat dari jahe dapat melancarkan sirkulasi darah dan mengencangkan kulit sehingga dapat membuat wajah lebih cantik. Anda juga dapat mencegah terjadinya stretchmarks dengan memijat menggunakan parutan jahe. Dalam menggunakan jahe untuk kulit, sebaiknya dites terlebih dahulu agar tidak terjadi iritasi pada kulit.
  • Kopi

    Selain sebagai minuman yang nikmat, kopi dapat digunakan sebagai scrub untuk menghaluskan kulit.
  • Kelapa

    Bagi Anda yang memiliki masalah kulit kering atau rambut kering, menggunakan kelapa dapat menjadi solusi. Kelapa yang diolah menjadi virgin coconut oil (VCO) memiliki kandungan asam laurat tinggi yang berfungsi sebagai antibakteri.
  • Anggur

    Kandungan biji anggur dan kulit anggur kaya akan antioksidan. Sehingga anggur bermanfaat untuk meningkatkan elastisitas dan melindungi kulit dari kerusakan akibat sinar ultraviolet. Anggur mengandung linoleic dan polyphenols yang dapat mencegah terjadinya kerutan dan berfungsi sebagai anti-aging alami.
  • Kacang Kedelai

    Manfaat dari kacang kedelai untuk kesehatan dan kecantikan memang sudah tidak diragukan lagi. Kedelai dapat digunakan untuk mencerahkan kulit. Sedangkan untuk rambut, kedelai dapat mencegah rambut agar tidak kering dan mudah diatur.
  • Lemon

    Lemon sering dimanfaatkan untuk sebagai antibakteri wajah sehingga dapat mencegah timbulnya jerawat. Anda juga dapat menghilangkan kulit kering pada tumit, siku atau lutut dengan menggosok-gosokkan lemon pada bagian tersebut. Bila kulit Anda sensitif, cobalah untuk menggunakannya di belakang telinga untuk mengetahui apakah kulit Anda alergi atau tidak.
  • Coklat

    Selain menjadi makanan ringan yang sangat digemari, ternyata manfaat lainnya yaitu coklat membuat cantik. Misalnya, masker coklat memiliki banyak manfaat bagi kulit, misalnya berfungsi untuk menjaga kelembutan, melembapkan, mengencangkan dan memperhalus kulit. Coklat juga dapat memperlambat penuaan pada kulit, termasuk mencegah kerutan pada wajah.
  • Pepaya

    Dengan menggunakan buah pepaya yang mengandung enzin papain, Anda dapat mengangkat lapisan kulit mati di permukaan kulit, menghilangkan flek hitam dan meratakan warna kulit. Pepaya yang banyak mengandung vitamin A dan vitamin C yang berfungsi sebagai antioksidan.
  • Lavender

    Bunga ini menjadi bahan dasar untuk aromatherapy yang dapat menenangkan pikiran. Bagi kulit, lavender dapat meningkatkan regenerasi sel dan membunuh bakteri penyebab jerawat.
  • Mawar

    Bunga cantik lambang cinta ini dapat digunakan sebagai astrigent yang berfungsi untuk mengecilkan pori-pori dan mengurangi minyak pada wajah. Menggunakan minyak mawar dapat melembapkan wajah dan mengurangi kemerahan pada wajah.
  • Minyak zaitun

    Anda dapat menggunakan minyak zaitun, karena kandungan dari minyak ini dapat melembutkan dan membuat kulit lebih kenyal.
  • Minyak wijen

    Disamping fungsinya untk memasak, minyak ini berfungsi untuk menghaluskan dan melembutkan kulit, rambut atau kuku yang pecah-pecah.
  • Strawberry

    Selain menjadi buah yang enak dimakan maupun sebagai jus yang nikmat, strawberry juga bermanfaat untuk mencegah kulit menjadi kusam. Buah strawberry yang mengandung asam salisilat yang sangat baik untuk kulit anda. Selain itu, zat antioksidannya membantu memperbaiki kerusakan kulit akibat lingkungan sekitar yang tidak baik. Asam ini juga dapat mengecilkan pori-pori dan mencerahkan kulit kita. Salah satu yang dapat Anda lakukan adalah menggunakan masker strawberry.